Keajaiban di Tengah Krisis (The Celestial Management – Chapter 1)

Negeri ini Kaya Sumber Daya Alam, namun mengapa kekayaan ini masih belum dirasa sebagian masyarakat? Manusia-manusia Indonesia jika ada disebuah ajang Olimpiade hampir pada umumnya menjadi Pemenang, kenapa negeri ini masih tertinggal?

Perkembangan Indonesia memerlukan suatu sistem yang bisa membangun bukan menggerogoti, mensejahterakan bukan menghinakan. Adanya hal Korupsi mungkin adalah satu contoh utuk dibersihkan. Namun, ada hal lain yang bersifat keburukan lainnya yang perlu juga dibersihkan dari negeri yang menjunjung tinggi agama ini.

Mismanagement atau Misconduct?

Mungkin banyak orang yang beranggapan kegagalan negera yang menyeret ke jurang krisis adalah karena adanya Mismanagement dalam pemerintahan. Benarkah demikian?

Banyak juga yang mungkin menyalahkan rendahnya Sumber Daya Insani (SDI) Indonesia rendah bila dibanding negara lain. Apakah benar demikian?

Apakah kita masih ingat kasus kembar dempet kepala (kraniopagus) Laleh dan ladan Binjani di Rumah Sakit Singapura. Proses ini dibantu 28 dokter spesialis serta 100 paramedis guna melakukan upaya pemisahan dempet kepada ini. Dana yang keluar pun miliaran rupiah, namun ternyata gagal menyelawatkan jiwa mereka.

Jika kita melihat di sisi lain Operasi luar biasa di Jakarta 21 oktober 1987 Prof. dr. R.M Padmo Santjojo berhasil memisahkan dempet kepala Pristina Yuliana dan Pristina Yuliani. Prof. Padmo tak menggunakan alat canggih Jika dibanding dengan Singapura. Beliau malah mengeluarkan uang untuk biaya operasi yang dilakukannya senilai Rp 42 juta, coba bandingkan biaya miliaran dengan hanya puluhan juta ini.

Di sisi lain lagi kita mungkin sering mendengar berita anak-anak negeri berhasil menyandang gelar di berbagai kontes Olimpiade Internasional. Kita juga bisa melihat banyak manusia-manusia Indonesia yang karyanya dikagumi oleh negeri lain.

Nah, dari sini kita bisa mengambil pengamatan bahwa SDI negeri kita tak kalah jika dibanding negara lain. Lalu mengapa keterpurukan dialami negeri ini? Mungkin usaha Prof. Padmo bisa jadi sebuah cermin bagi kita. Negeri ini mungkin mengeluarkan dana anggaran yang tak tepat, misal jika dana talangan untuk Bank cukup besar dibanding kesehatan.

Akan mungkin jadi percuma jika kekayaan Sumber Daya kita dari kekayaan Alam hingga Manusia-nya kalau dikuasai pemerintahan yang ngawur. Jadi, sangat tak beralasan jika menyebut krisis terjadi karena Mismanagement, krisis juga bukan karena SDI kita yang tak kompeten namun karena SDI bukanlah orang yang militan mempersembahkan prestasi terbaik, melainkan orang-orang yang mngeruk keuntungan untuk pribadinya sedang kesulitan mungkin masih dirasa orang lain di negeri ini.

Banyak bank yang tiarap saat krisis dimulai agustus 1997, banyak kredit macet sehingga banyak bank bertumbangan akibat Negative Spread (selisih negatif antara bunga simpanan dengan bunga kredit). Di sisi lain Bank Mualamat yang menggunakan sistem Syariah cukup kuat pada masa itu. Namun pada masa redupnya semua industri, tahun 1998 Bank Mualamat mengalami kerugian Operasional  hingga Rp 105 Miliar dengan total modal yang disetor hanya Rp 138,4 miliar.

Perjuangan dan usaha yang dilakukan di semua lini dapat menjadikan laba. Perjuangan ini diikuti  sumbangan yang dilakukan kru Bank Mualamalat. Jika melihat bank konvensional lainnya banyak yang berguguran atau bertahan dengan dana rekap dari Pemerintah. Bank Muamalat bisa bertahan hingga bahkan mencetak laba.

Penyelamatan Muamalat tak hanya berhenti disitu, namun juga adanya gerakan melakukan Tahajjud bersama di kantor hampir setiap malam sabtu. Ada pula panjatan doa bersama “Allahumma Baarik Li Bank Mu’amalat… (Ya Allah, berkahilah Bank Muamalat…). Mungkin saja kompetensi atau kecakapan kerja yang dimiliki kru Muamalat di banding bank lain tak jauh berbeda atau di bawahnya. Namun dengan kegigihan bekerja dan berdoa bisa jadi aliran pertolongan Allah atas usaha yang mereka lakukan untuk menjadi lebih baik.

Bank Indonesia merupakan otoritas yang memainkan pedal dan rem dalam pekermbangan di Indonesia, namun laju yang disetel aman untuk menjaga stabilitas nasional. Ini bisa kita lihat bagaimana ekspansi Bank konvensional tak serta merta disetujui untuk menuju sistem Syariah.

Untuk menghemat anggaran daripada membuka cabang, pilihan tepat adalah membuka jaringan. Hal ini bisa dilihat dari Malaysia yang bila dielaborasi ternyata Maybank merupakan operator bank terbesar dalam hal jaringan Windows syariah dibanding bank Islam Malaysia berhad. Nah, oleh kerenanya sejalan dengan waktu Islamic Windows akhirnya daat lampu hijau pula dari Bank Indonesia.  Keajaiban di tengah krisis bisa jadi pelajaran bahwa peran perjuangan berbagai pihak dari kerja hingga doa bisa jadi sebuah pelajaran yang berharga untuk mengembang sistem yang baik dengan landasan tak meninggalkan komunikasi dengan Tuhan.

Judul Buku: The Celestial Management (Penulis: A. Riawan Amin)
Penerbit: Senayan Abadi Publishing
Jumlah Halaman: 26 (1 Chapter –  Bab 1)


Resume ditulis oleh Selamet Hariadi untuk Indonesia Membaca.