Kemarin diiringi hujan aku dan bersama rekan lainnya ta’ziyah ikut berbela sungkawa atas meninggalnya salah satu anggota keluarga (nenek) dari siswi yang aku jadi wali kelasnya atau bagiku sahabat belajarku. Ini untuk kesekian kalinya aku mendapatkan berita meninggalnya keluarga sahabat belajarku. Raut kesusahan, lelah, dan hal duka lainnya terpancar dari mereka meski kadang coba ditutupi.
Kematian… lalu?
Meninggal dunia, wafat, mati atau apapun istilahnya menjadi hal akhir hidup kita di dunia yang menggambarkan bagaimana bahwa hidup kita di dunia sementara. Kalau kita mendapat kabar meninggal seseorang, bagaimana kita menyikapinya? Apakah kita dapat mengambil pelajaran dari kejadian itu?
Selayaknya kita mengambil pelajaran dari Kematian. Berita yang aku terima beberapa waktu lalu bahwa ada siswi yang ditinggalkan neneknya tentu wajar jika tangisannya tersedu-sedu, bahwa ada yang terpancar dari sikap diamnya yang membuatku melakukan berbagai cari untuk menghiburnya.
Kemarin saya mintakan barokah Fatihah saat di kelas yang aku bimbing belajarnya, pelajaran buatku dan buat mereka di kelas itu adalah menjadi pelajaran jika keluarga kita yang meninggal. Berapa banyak kita mengecewakan keluarga? Apakah kita sudah banyak memberi senyum dan kebanggannya pada keluarga kita? apakah ada uang dari orang tua yang malah digunakan untuk berpacaran tak jelas?
Hidup bagaimanapun memang adalah sebuah hal yang tak ketahui kapan akhirnya. Hal wajar jika kita dekat dengan orang, lalu orang itu meninggal dan kita merasa terpukul dan tergambar dalam diri kita raut yang sediah dan tangisan. Lalu apakah kita juga sudah siap meninggalkan kebaikan dalam hidup kita?
Pelajaran, ya apakah kematian orang lain membuat kita memahami apakah makna sebenarnya dari hidup. Ingat… Hidup kita ini untuk apa…?