Membentuk Mozaik Muamalat (The Celestial Management – Chapter 4)

Melihat Muamalat, apa yang berbeda dengan dengan institusi sejenisnya? Kita dapat mengenali dari artefak, simbolnya hingga budaya yang tak terlihat.

Mari kita elaborasi pada busana, penampilan kru Muamalat yang dibalut dengan busana Islami. Para wanitanya memakai Jilbab dan berbusana rapi. Sedang untuk pria memakai Baju koko lengkap dengan kopyah hitam (khususnya acara seremonial).

Nah, kenapa tak memakai jas dengan dasi? Apakah jas dipadu dengan dasi tak mencerminkan budaya Islami? Tentu tidak, namun ini hanya soal intrepetasi dan Pilihan. Bagi Muamalat Busana Jilbab dan Baju Koko lebih tepat dan cocok sebagai cerminan dari keinginan menyemai teladan dari diri sendiri, dari yang sepele, dari nilai Islami yang berkembang di masyarakat.

Tak dapat dipungkiri busana sangat mendukung citra pada penilaian awal terhadap kualitas jasa yang disajikan. Di lain hal dalam konteks bermasyarakat, busana Jilbab dan baju koko lengkap dengan peci sangat cocok dan identik dengan nilai-nilai Islami.

Mengenakan Jilbab bagi wanita akan menggambarkan selain Tampilan yang sederhana ini juga akan mengurangi kesan jor-joran antar kru wanita dalam berpakaian. Sedang untuk hari Jumat bukanlah hari yang pas untuk ide berbusana bebas karena di hari Jumat adalah hari penting bagi ummat Islam. Pernahkah anda melihat Pasukan pengaman Presiden mengenakan baju bebas saat upacara resmi? Tentu untuk busana bebas bisa dilakukan pada hari sabtu-ahad saat libur kerja.

Mungkin akan membuat surprise pelanggan saat kru Mualamalat menutup konter 10 menit menjelang ketika adzan dhuhur bergema dan mengajak para nasabah menunaikan kewajibab Sholat di Muasholla berjamaah.

Mungkin sebagian orang menganggap mengurangi servis, namun dengan hal ini akan adanya kebersamanaan dalam jama’ah da menguatkan Silaturrahim yang ditanam. Ini juga memperkuat positoning Mualamalat dengan institusi sejenis selain perwujudan differensiasi.

Buah dari Sholat berjamaah, adanya kewajibab juga pada kru Muamalat untuk menunaikan zakat. Dengan berbagai penjelasan memotong 2,5 persen dari penghasilan mereka setiap bulannya adalah untuk menyucikan harta dan membuatnya lebih berkah.

Kru Muamlaat juga dipagari dengan komitmen dari tindakan yang tidak terpuji, seperti menerima sogok hingga hadiah dari kliennya yang di banyak tempat dianggap sebagai kewajaran.

Kru Muamalat juga sepatutnya menghindari rokok, bukan hanya karena alasan agama namun juga kesehatan, keindahan dan kenyamanan. Oleh karenanya tempat direksi dan kru bekerja di lantai lima gdung Arthaloka ditetapkan sebagai lantai bebas asap rokok.

Ruang kerja pula tanpa sekat, karena alangkah tidak elok jika direksi Muamalat sebagai organisasi egaliter membatasi dirinya dengan dinding-dinding pembatas.

Muamalat bukanlah jenis organisasi yang memelihara kemewahan dan eksklusivitas yang ditunjukkan dengan bermain golf, ruang kerja pribadi yang wah hingga mobil operasi yang bergengsi. Mumalat juga bukan tempat melakukan tindakan sia-sia seperti membanting kartu domino dengan kepulan asap. Namun Muamalat adalah tempat menyemai teladan, fokus dalam bisnis dan tentu Ibadah.

 –

Judul Buku: The Celestial Management
Penulis: A. Riawan Amin
Penerbit: Senayan Abadi Publishing
Halaman: 61-72 (Chapter/Bab 4)

Selamet Hariadi

Kekuatan Berbagi dan Memberi (The Celestial Management – Chapter 3)

“Jika kamu memasak makanan, perbanyaklah kuahnya, dan bagikanlah sebagiannya untuk tetanggamu” kata nabi dalam sebuah kesempatan.

Makanan adalah sebuah ilustrasi bagaimana tetangga kita selayaknya tak diganggu oleh bau lezatnya bahkan sekedar ikan asin yang kita bakar. Gangguan itu seberapa pun kecilnya mungkin membuat tetangga kita kurang nyaman.

Namun di sisi lain semangkup sup panas yang lezat kita begikan pada tetangga kita atau sesama bakal menghadirkan dan memperkuat jalinan persaudaraan. Lalu bagaimana jika yang kita bagikan pada tetangga kita adalah ilmu hingga modal usaha untuk mereka mengais rezeki? Tentu adanya kita akan menjadi kedamaian dan menambah ketentraman hidup bertetangga. Inilah salah satu kenikmatan dalam berbagi.

Apakah tujuan kita memberi agarsuatu ketika mereka membalas kebajikan kita? tentu tidak. Kalau begitu mengapa begiu gampangnya seseorang melepaskan harta mereka? Apa motifnya dan bukankah itu mengurangi harta mereka?

Penulis “Love is Letting Go of Fear” Gerald G. Jampolsky menyatakan “All that I give is Given to my self” (Apa yang saya berikan (kepada orang lain) sebetulnya manfaatnya kembali untuk diri saya sendiri. Ia melanjutkan “To Give is to receive” (Memberi berarti menerima).

Memberi mungkin bisa diibaratkan seperti prinsip Bumerang (Boomerang principle), yakni ibarat orang melepaskan bumerang maka alat itu akan meluncur dan akan kembali lagi pada pelemparnya.

David Cameron (CEO ImagesOfOne.com) meyakini keajaiban dibalik memberi. Beliau yang juga pangarang buku “Raising Humans and a Happy Pocket Full of Money” itu menulis “To have all, give all to all” (memberi itu menyebabkan memiliki).

Untuk bisa memiliki, maka berikanlah apa yang kita miliki. Seperti contohnya adalah ide atau ilmu pengetahuan dimana kita bagikan ilmu kepada orang lain maka akan tumbuh berkembang. Sebaliknya pengetahuan yang kita simpan saja untuk diri akan menjadi beku dan tidak berkembang sebagaimana diharapkan. Matematika Allah emmang berbeda, bahkan Rezeki juga datang dari arah yang tak kita sangka.

Berbagi dalam bentuk Alisansi

Muamalat juga melakukan berbagai dalam bentuk alisansi dengan berbagai alisansi bisnis seperti PT. Pos, BCA, pegadaian dan masih banyak yang lainnya. Kenapa Muamalat tak membuat gadai sendiri? Karena Muamalat yakin jika sesuatu diserahkan pada ahlinya hasilnya jauh lebih baik.

Dalam ikhwal Pegadaian, pihak pegadaian menyediakan investasi tempat sedang Muamalat menyediakan modal kerja dan bantuan skim syariahnya. Muamalat dan Pegadaian sama-sama mendapatkan hasil.

Pun demikian dengan PT. Pos yang mnyediakan gerai. Sedang dengan BCA dengan adanya kerja sama dengan ATM BCA akan memungkinkan Muamalat dapat diakses lebih luas lagi. Muamalat juga menggunakan kerjasa dengan pihak lain yang di luar core bisnis dari Muamalat. Sehingga dengan diserahkan pada ahlinya akan lebih efektif.

Dengan kenyataan berbagai ini tak hanya mendatangkan rezeki namun juga membuat bencana dapat dihindari. Dengan membagi jaringan ke banyak pihak, Muamalat tak ragu lagi mendapat semua jaringan yang dikehendaki. Semoga kerjasama dapat mendapatkan keberkahan dan kebaikan bagi pekembangan sistem bisnis yang Islami.

 –

Judul Buku: The Celestial Management

Penulis: A. Riawan Amin

Penerbit: Senayan Abadi Publishing

Halaman: 53-60 (Chapter/Bab 3)

Selamet Hariadi 

Muamalat Spirit, Energi Kebangkitan (The Celestial Management – Chapter 2)

Bila kini Spirit itu kian membara, sungguh tak laik dipadamkan. Kecuali, tangan-NYA yang menghendaki

Penobatan Muhammad SAW sebagai utusan Sang Maha pada senin 21 Ramadhan (10 Agustus 610 M) membuat perubahan mula Peradaban Ilahiyah kembali tertoreh. Perjuangannya tertulis sebagai sejarah nan indah hingga saat ini. Beliau menantang derasnya arus saat itu dimana arus Jahiliyah yang berkembang menjadi amanah untuk disejukkan dengan nilai-nilai Islami.

Dari negeri yang bercahaya Madinah, Islam menambah luas ke Persia Baru Sassanids di Timur laut dan Bizantium Romawi Timur di barat laut. Meski nampaknya kekuatannya tak sebanding dua negeri itu, namun gerak langkahnya tak mampu dibendung kekuatan mayoritas.

“…Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:249)

Kembali melihat sejarah, Mesir berhasil dibebaskan dari kangkangan Bizantium di tahun 642 M. Qadisiya dan Nehavend jadi saksi bisu lantaknya imperium Persia pada 637 M dan 642 M. Mesopotamia, Syria, Palestina dan Afrika Utara kini mengibarkan bendera kebebasan. Di tahun 711 M Spanyol berada dalam genggaman, lalu kemudian konstatinipel mengikuti di tahun 1453 M.

Bagaimana? betapa kerennya strategi bumi dan keputusan langit menghasilkan suatu kekuatan Spirit, energi yangmampu menggerakkan segala potensi diri untuk menghasilkan kinerja optimal.

Perguliran Waktu dan Mendobrak Kebekuan

“…kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)…” (Ali Imran:140)

Waktu terus bergulir lalu menghasilkan sejarah, perjuangan panjang senantiasa berganti menjadi pengiring kehidupan. Setelah masa keemasan berputar, seakan seperti roda berputar spirit mulai mengendur hingga kekuatan menjadi ketakutan.

Dunia yang mulai menjadi lekat melupakan Ukhrawi yang jadi tujuan. Spirit seolah tak ada diganti kamuflase eloknya kesuksesan kapitalisme dan sosialisme yang seakan menguasai dunia hingga seolah menjadi doktrin tersendiri.

Negeri dengan mayoritas Muslim sekalipun turut larut dalam gemerlap kapitalisme hingga sistem ribawi menjalar ke berbagai sektor seakan menjadi penyelamat dari keterpurukan bangsa. Sugesti bangsa besar dengan sistem seperti itu selayaknya diganti.

“  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…” (Al-Baqarah:275)

Beragam diskusi baik formal ataupun non-formal seakan menggambarkan ada sebagian manusia yang jengah dengan kondisi ini. Pada Rapat Kerja Nasional MUI (Majlis Ulama Indonesia) 17-20 Desember 1989 sudah diselipkan rekontruksi bangunan ekonomi ummat oleh Amin Aziz namun kurang mendapat perhatian.

Akhirnya pada Lokakarya MUI 18-20 Desember 1990 muncul untuk mengamanatkan pembentukan organisme syariah bebas bunga. Tantangan pun muncul dari Mensesneg Moerdiono dengan berbagai pertanyaan yang intinya perlukah hal itu dilakukan.

Masa awal pengenalan dikira MUI ingin membentuk Bank, namun sebenarnya MUI mengambil prakarsa untuk pembentukan sebuah Bank. Dengan spirit yang menyala dan pertolongan Allah semata pada 1 Mei 1992 menjadi sejarah bangsa Indonesia dengan berdirinya Bank nirlaba yakni Bank Muamalat.

Bank Muamalat Indonesia
Bank Muamalat Indonesia (dok. foto: muamalatbank)

Babad Alas, Spirit Mengalir

Memang bisa dikatakan Babad Alas, perjuangan pertama yakni membuka paradigma baru. Kapal Muamalat untuk meninggalkan dermaga ribawi awal dinahkodai Zainulbahar Noor. Spirit belajar dan bekerja merupakan hal yang dilakukan pada awal pengembangannya.

Kajian-kajian Islam yang kental jadi menu keseharian dalam kelompok-kelompok kecil, para kru dan direksi mengisi relung kalbu dengan ayat-ayatNya. Arthaloka seolah jadi rumah Arqam bin Abi Arqam jadi tempat penggemblengan para mujahid perintis perekonomian Islam di negeri ini.

Pada kepemimpinan periode berikutnya yakni hadir Nahkoda Zainul Arifin.Spirit yang terlihat dengan upaya konsolidasi yang kian matang dalam bingkai kehati0hatian menjalankan syariah Islam dalam bidang perbankan.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Fushshilat:30)

Mendapat terjangan krisis moneter tahun 1997 kapal Muamalat memang dapat berlayar namun dengan bahan bakar yang terus menipis. Kondisi organisme Finansial perlu mendapat penangan dengan bijak dan tepat.

Pada Direksi angkatan ke-3 Muamalat kembali diuji. Jika fase pertama tentang pondasi yang kuat dan fase kedua tentang konsolidasi internal yang kuat. Dengan memanfaatkan potensi yang terpendam untuk melaju dengan cepat disinilah lahir kepeimpinan dari rahim sendiri organisme Muamalat sebagai laboratorium pembumian manajeman langit untuk emncapai kesuksesan. Beragam konkroversial dan tak populer menjadi warna di fase ini, dengan spirit pemberdayaan nyatalah lompatan besar itu terjadi. Keuntungan diraih dari laporan keuangan, penyebaran semakin pula luasnya.

“  Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar…” (Fushshilat:53)

Hadirnya Muamalat dengan perkembangannya ini membuat jadi inspirasi bagi kelahiran bank-bank Syariah baru.

“  Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: “Jadilah!” Maka terjadilah ia.” (Yaasin:82)

Kejadian-Nya memang pasti terjadi, yang terpenting adalah bagaimana untuk sampai pda kejadian itu, disitulah adanya proses pengabdian dengan energi luar biasa jadi faktor pemicu dan pemercepat.

Imunitas dibutuhkan untuk menguatkan dari berbagai tantangan. Tantangan yang dihadapi senantiasa dihadapi dengan kesabaran.

Selain itu perlu adanya Loyalitas, loyalitas disini adalah pada karya yang dikerjakan di jalan Allah. Oleh karenanya Organisme Muamalat tak hanya jadi media untuk memperoleh sesuap nasi namun juga sarana pengejawantahan ritual ibadah.

Pengerahan seluruh potensi untuk memperoleh ikhwal Produktif pada hasilnya dengan kekuatan Allah. Spirit yang terus menyebar untuk menebarkan Kebaikan membersihkan dari ‘darah kotor’ ribawi.

Judul Buku: The Celestial Management
Penulis: A. Riawan Amin
Penerbit: Senayan Abadi Publishing
Jumlah Halaman: 11 halaman, 41-52 (Chapter/Bab 2)

Resume By: Selamet Hariadi

Keajaiban di Tengah Krisis (The Celestial Management – Chapter 1)

Negeri ini Kaya Sumber Daya Alam, namun mengapa kekayaan ini masih belum dirasa sebagian masyarakat? Manusia-manusia Indonesia jika ada disebuah ajang Olimpiade hampir pada umumnya menjadi Pemenang, kenapa negeri ini masih tertinggal?

Perkembangan Indonesia memerlukan suatu sistem yang bisa membangun bukan menggerogoti, mensejahterakan bukan menghinakan. Adanya hal Korupsi mungkin adalah satu contoh utuk dibersihkan. Namun, ada hal lain yang bersifat keburukan lainnya yang perlu juga dibersihkan dari negeri yang menjunjung tinggi agama ini.

Mismanagement atau Misconduct?

Mungkin banyak orang yang beranggapan kegagalan negera yang menyeret ke jurang krisis adalah karena adanya Mismanagement dalam pemerintahan. Benarkah demikian?

Banyak juga yang mungkin menyalahkan rendahnya Sumber Daya Insani (SDI) Indonesia rendah bila dibanding negara lain. Apakah benar demikian?

Apakah kita masih ingat kasus kembar dempet kepala (kraniopagus) Laleh dan ladan Binjani di Rumah Sakit Singapura. Proses ini dibantu 28 dokter spesialis serta 100 paramedis guna melakukan upaya pemisahan dempet kepada ini. Dana yang keluar pun miliaran rupiah, namun ternyata gagal menyelawatkan jiwa mereka.

Jika kita melihat di sisi lain Operasi luar biasa di Jakarta 21 oktober 1987 Prof. dr. R.M Padmo Santjojo berhasil memisahkan dempet kepala Pristina Yuliana dan Pristina Yuliani. Prof. Padmo tak menggunakan alat canggih Jika dibanding dengan Singapura. Beliau malah mengeluarkan uang untuk biaya operasi yang dilakukannya senilai Rp 42 juta, coba bandingkan biaya miliaran dengan hanya puluhan juta ini.

Di sisi lain lagi kita mungkin sering mendengar berita anak-anak negeri berhasil menyandang gelar di berbagai kontes Olimpiade Internasional. Kita juga bisa melihat banyak manusia-manusia Indonesia yang karyanya dikagumi oleh negeri lain.

Nah, dari sini kita bisa mengambil pengamatan bahwa SDI negeri kita tak kalah jika dibanding negara lain. Lalu mengapa keterpurukan dialami negeri ini? Mungkin usaha Prof. Padmo bisa jadi sebuah cermin bagi kita. Negeri ini mungkin mengeluarkan dana anggaran yang tak tepat, misal jika dana talangan untuk Bank cukup besar dibanding kesehatan.

Akan mungkin jadi percuma jika kekayaan Sumber Daya kita dari kekayaan Alam hingga Manusia-nya kalau dikuasai pemerintahan yang ngawur. Jadi, sangat tak beralasan jika menyebut krisis terjadi karena Mismanagement, krisis juga bukan karena SDI kita yang tak kompeten namun karena SDI bukanlah orang yang militan mempersembahkan prestasi terbaik, melainkan orang-orang yang mngeruk keuntungan untuk pribadinya sedang kesulitan mungkin masih dirasa orang lain di negeri ini.

Banyak bank yang tiarap saat krisis dimulai agustus 1997, banyak kredit macet sehingga banyak bank bertumbangan akibat Negative Spread (selisih negatif antara bunga simpanan dengan bunga kredit). Di sisi lain Bank Mualamat yang menggunakan sistem Syariah cukup kuat pada masa itu. Namun pada masa redupnya semua industri, tahun 1998 Bank Mualamat mengalami kerugian Operasional  hingga Rp 105 Miliar dengan total modal yang disetor hanya Rp 138,4 miliar.

Perjuangan dan usaha yang dilakukan di semua lini dapat menjadikan laba. Perjuangan ini diikuti  sumbangan yang dilakukan kru Bank Mualamalat. Jika melihat bank konvensional lainnya banyak yang berguguran atau bertahan dengan dana rekap dari Pemerintah. Bank Muamalat bisa bertahan hingga bahkan mencetak laba.

Penyelamatan Muamalat tak hanya berhenti disitu, namun juga adanya gerakan melakukan Tahajjud bersama di kantor hampir setiap malam sabtu. Ada pula panjatan doa bersama “Allahumma Baarik Li Bank Mu’amalat… (Ya Allah, berkahilah Bank Muamalat…). Mungkin saja kompetensi atau kecakapan kerja yang dimiliki kru Muamalat di banding bank lain tak jauh berbeda atau di bawahnya. Namun dengan kegigihan bekerja dan berdoa bisa jadi aliran pertolongan Allah atas usaha yang mereka lakukan untuk menjadi lebih baik.

Bank Indonesia merupakan otoritas yang memainkan pedal dan rem dalam pekermbangan di Indonesia, namun laju yang disetel aman untuk menjaga stabilitas nasional. Ini bisa kita lihat bagaimana ekspansi Bank konvensional tak serta merta disetujui untuk menuju sistem Syariah.

Untuk menghemat anggaran daripada membuka cabang, pilihan tepat adalah membuka jaringan. Hal ini bisa dilihat dari Malaysia yang bila dielaborasi ternyata Maybank merupakan operator bank terbesar dalam hal jaringan Windows syariah dibanding bank Islam Malaysia berhad. Nah, oleh kerenanya sejalan dengan waktu Islamic Windows akhirnya daat lampu hijau pula dari Bank Indonesia.  Keajaiban di tengah krisis bisa jadi pelajaran bahwa peran perjuangan berbagai pihak dari kerja hingga doa bisa jadi sebuah pelajaran yang berharga untuk mengembang sistem yang baik dengan landasan tak meninggalkan komunikasi dengan Tuhan.

Judul Buku: The Celestial Management (Penulis: A. Riawan Amin)
Penerbit: Senayan Abadi Publishing
Jumlah Halaman: 26 (1 Chapter –  Bab 1)


Resume ditulis oleh Selamet Hariadi untuk Indonesia Membaca.